Implementasi Bhineka Tunggal Ika Dalam Kolaborasi Sendratari Globalisasi Budaya dan Moderasi Beragama Di MAN 4 Jakarta
Apabila kita rekam jejak sejarahnya lebih jauh, semboyan Bhineka Tunggal Ika berasal dari zaman Majapahit yang diambil dari kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat pada bagian pita dan dicengkram oleh lambang negara, burung Garuda Pancasila. Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah Moh Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Sontak, I Gusti Bagus Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan ucapan "tan hana dharma mangrwa".
Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno. Gagasan tersebut secara historis diusulkan setelah Indonesia merdeka, saat momen munculnya kebutuhan untuk merancang lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila.
Sebenarnya, ungkapan Bhinneka Tunggal Ika ini menunjukkan gambaran kehidupan keagamaan pada zaman itu. Penganut agama Hindu dan Buddha pada zaman itu hidup secara berdampingan, serta mereka menjunjung tinggi perdamaian. Semboyan negara ini diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata “Bhinneka” artinya beraneka ragam atau berbeda-beda, kata “Tunggal” artinya satu, sedangkan “Ika” artinya itu. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan menjadi “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun kita berbeda-beda, tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap menjadi satu kesatuan.
Semboyan ini dipakai sebagai gambaran persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia sendiri terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Fungsi mendasar arti Bhinneka Tunggal Ika adalah landasan persatuan dan kesatuan. Pada dasarnya, setiap kelompok memiliki kekurangan dan keunggulannya masing-masing. Peran semboyan negara ini yaitu untuk membentuk dan menanamkan rasa cinta keberagaman pada masyarakat, sehingga tidak memicu konflik.
Pada tanggal 18 Agustus 2022, MAN 4 Jakarta mengadakan kolaborasi seni yang diikuti oleh seluruh siswa dan siswi kelas 10 MAN 4 Jakarta. Dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia, kami menampilkan sebuah kolaborasi seni yang spektakuler dengan bakat dan minat kami masing-masing.
Pemain band, pianika, dan recorder menyanyikan lagu pelajar pancasila dan juga lagu ‘Kembali ke Sekolah’. Para penari membawakan Tari Zapin, Tari Burung Enggang, dan terakhir yaitu Tari Kecak. Pada saat Tari Kecak, seluruh siswa dan siswi kecuali pemain band berkumpul membentuk suatu lingkaran dan ikut memperagakan Tari Kecak dengan 1 orang berada di tengah-tengah mereka.
Sebelum acara ini dilangsungkan, siswa dan siswi kelas 10 melatih bakat dan minat mereka selama beberapa hari. Pemain drama berlatih di GOR lantai 3. Pemain pianika, band, penari dan recorder biasanya berlatih di GOR lantai 1. Latihan dibina oleh Pak Ama serta Pak Rafiq dan dibantu oleh para koordinator. Kami berlatih dengan tekun agar dapat tampil secara maksimal. Meskipun yang tampil mencapai jumlah 300-an murid, Alhamdulillah acara ini dapat berjalan dengan lancar.
Kegiatan ini menunjukkan bahwa kita dapat dipersatukan oleh sebuah acara kolaborasi meskipun bakat, minat, suku, ras, dan budaya kita berbeda-beda. Sama dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap 1 jua. Kita sama-sama bertujuan untuk mensukseskan acara ini meskipun cara kita berbeda-beda dalam mewujudkannya. Dengan ini bisa kita bisa menciptakan suasana kerukunan dan dapat mempererat solidaritas antar murid.
Oleh: Najwa Aliya Kamal X.1
Komentar
Posting Komentar